Selamat Datang di Website Pengadilan Agama Semarang   Click to listen highlighted text! Selamat Datang di Website Pengadilan Agama Semarang Powered By GSpeech
  Click to listen highlighted text! Powered By GSpeech

HALAL BI HALAL DI PENGADILAN AGAMA SEMARANG : MAKNA “KETUPAT” SEBAGAI SARANA HARMONISASI SOSIAL

Posted in Berita Seputar Pengadilan

Pengadilan Agama Semarang mengadakan Halal bi Halal sebagai wahana untuk saling bermaafan setelah menjalankan ibadah puasa bulan Ramadhan 30 hari lamanya. Acara yang digelar pada Jum’at, 29 Mei 2020 di aula Pengadilan Agama Semarang tersebut dikemas dengan apik oleh panitia sehingga meski berlangsung sederhana dan dalam waktu yang singkat tetap sarat makna dan khidmat. Acara yang dimulai pukul 09.00 WIB berlangsung dengan tetap mengindahkan protokol kesehatan dalam rangka pencegahan penularan Covid-19, yaitu dengan menjaga jarak dan mengenakan masker.

Ketua Pengadilan Agama Semarang mengawali permohonan maaf kepada jajaran di satuan kerjanya.

“Orang yang paling banyak dosa sejatinya adalah pimpinan di level paling tinggi karena muara dari setiap kebijakan ada pada pimpinan”, kata Anis Fuadz dalam sambutannya.

Beliau juga mengingatkan untuk tidak lupa beribadah kepada Allah, mengingat derasnya informasi mengenai Covid-19 ada yang disikapi berlebihan oleh oknum tertentu.

Menyambung acara berikutnya, Dra. Hj. Mahmudah, M.H. selaku perwakilan pegawai Pengadilan Agama Semarang turut serta memohon maaf atas segala salah dan khilaf yang terjadi selama bergaul. Beliau dalam kesempatannya juga berharap semoga seluruh aparatur Pengadilan Agama Semarang sebagai muslimin dapat mempunyai amalan sederhana yang sangat mulia, yaitu memaafkan kesalahan orang lain kepada kita setiap sebelum tidur.

Tiba pada acara inti, salah satu Hakim Pengadilan Agama Semarang Drs. H.M. Shodiq, S.H. yang ditunjuk sebagai mubaligh menyampaikan materi hikmah halal bi halal mengenai ketupat. Hadirin tampak serius namun antusias mendengarkan beliau karena materi dakwah disampaikan dengan bahasa santai dan dibubuhi candaan ringan yang ternyata menjadi daya tarik tersendiri. Dalam momentum tersebut, beliau membawa sebuah ketupat sebagai media dakwahnya. Disampaikan beliau bahwa ketupat terdiri dari beras yang melambangkan nafsu. Di dalam Al-Qur’an ada empat nafsu yang diberikan oleh Allah kepada hambaNya, yaitu :

  1. An-Nafsu al-Ammarah (Qs. Yusuf 53) adalah nafsu atau ruh yang senantiasa mengajak ke dalam kejelekan, keburukan dan kejahatan, contohnya menunda shalat
  2. An-Nafsu al-Lawwamah (Qs. Al Qiyamah 2) adalah nafsu atau ruh yang senantiasa menyesali dan menyadari atas perbuatan dosa yang dilakukannya, kemudian berinisiatif kembali ke jalan yang benar
  3. An-Nafsu Al-Mulhamah (Qs. Asy Syams 8) adalah nafsu, ruh atau jiwa yang selalu berada dalam bimbingan dan bisikan Allah. Seluruh gerak gerik, tingkah laku, dan kehendaknya berada dalam ilham, bimbingan dan kehendak Allah
  4. An-Nafsu al-Muthmainnah (Qs. Al Fajr 28) adalah nafsu atau ruh yang tenang, tidak ada rasa takut, dan khawatir atas kepastian janji Allah. Ialah ruh yang sampai pada tingkat kedamaian dan ketenangan. Ia senantiasa menerima atas kehendak Allah (radhiyah) atas semua ketetapanNya, hingga pada akhirnya ia pun direstui kehadirannya kembali kepada Allah (mardhiyyah)

Beras tersebut kemudian dibungkus dengan janur yang dianyam sedemikian rupa. Janur dalam Bahasa Jawa merupakan akronim dari jatining nur yang berarti hati nurani dalam Bahasa Indonesia. Janur tersebut membungkus beras seperti halnya hati nurani yang menjadi kendali nafsu buruk sehingga manusia tidak menjadi rugi.

Dalam Bahasa Jawa, ketupat atau kupat merupakan akronim dari Ngaku Lepat dan Laku Papat. Ngaku Lepat artinya mengakui kesalahan. Setelah mengakui kesalahan, hendaknya menjalankan Laku Papat atau dalam Bahasa Indonesia artinya empat tindakan yang terdiri dari Lebaran (usai), Luberan (meluber/melimpah), Leburan (melebur/luluh/luntur), dan Laburan (Labur/kapur).

Lebaran memiliki makna usai, menandakan usainya puasa Ramadhan 30 hari. Setelah usai Ramadhan, luberan (melimpahnya) harta yang dimiliki hendaknya disalurkan melalui zakat fitrah dan sedekah, lalu barang siapa menjalankan puasa dengan penuh ketaqwaan kepada Allah maka akan Dia diampuni (dilebur) dosa-dosanya. Sementara laburan memiliki makna labur atau kapur yang merupakan zat untuk pemutih dinding. Sesuai Bulan Syawal yang merupakan bulan peningkatan amal, semua amalan baik yang dilakukan pada bulan Ramadhan harus dilanjutkan agar manusia dapat terjaga kesucian lahir dan batinnya seperti dinding yang putih dan dapat kembali ke fitrah. Seperti pada buku "Membumikan Al-Qur’an" karya Quraish Shihab yang beliau baca, fitrah artinya suci, asal kejadian, atau asli. Suci adalah kumpulan dari tiga hal yaitu benar, baik, indah. Jika kita dapat mengimplementasikan 3 unsur ini, maka akan suci di tengah-tengah umat.

Masuk ke materi lebih padat namun disampaikan dengan tetap santai berbalut candaan ringan, beliau mengajak hadirin untuk ingat kepada Ibu, sosok yang begitu Allah istimewakan. Ibu dari Al-Qur’an (Ummul Qur’an) yakni QS Al-Fatihah, di dalamnya terdapat empat sifat Allah, yakni (1) Rabbil’alamin (2) Ar-Rahman (3) Ar-Rahim (4) Maliki yaumiddin.

Berbekal membaca buku Emha Ainun Najib berjudul “Anggukan Ritmis Kaki Kyai”, beliau perkaya khasanah hadirin bahwa idul fitri adalah saatnya kita “sungkem” kepada Ummul Qur’an dengan cara meniru empat sifat Allah ini. Jika diibaratkan sebuah mangga, maka kulit, daging, dan rasa manisnya yang saling terikat ini seperti halnya manusia dalam pemeliharaan Rabbnya yang dalam hal ini dilambangkan dengan kulit yang memelihara daging agar tidak terserang binatang ataupun musuh. Daging mangga ibarat Ar-Rahman, yakni kasih yang terlihat, sifatnya sementara, dan diberikan kepada semua hambaNya, misal nikmat sehat, harta, keturunan. Sementara rasa manis mangga ibarat Ar-Rahim, yakni kasih sayang Allah yang hanya diberikan kepada orang-orang yang beriman, misalnya nikmat iman, islam, nikmat beribadah, yang sifatnya kekal dalam arti tidak hanya bisa dirasakan di dunia namun juga akan dapat dipetik manfaatnya kelak ketika hari pembalasan tiba. Sifat yang ke-4 yakni Malik  yang berarti kekuasaan. Setiap kita akan punya “kuasa” atas bagian-bagian dalam kehidupan, seperti misal Pimpinan Pengadilan yang berkuasa atas satuan kerjanya. Dalam mengelola kekuasaan, manusia tidak boleh terlepas dari ketiga sifat tadi, mengingat Rasulullah Muhammad SAW berpesan “Siapa atasan yang tidak mengasihi bawahan dan bawahan yang tidak menghormati atasan, maka bukan dari ummatku”, terang beliau.

Acara kemudian ditutup dengan bacaan hamdallah dan saling bermaafan oleh seluruh aparatur Pengadilan Agama Semarang. (Why/NKarim)



Slider
Don't have an account yet? Register Now!

Sign in to your account

Click to listen highlighted text! Powered By GSpeech